BLORA. Usulan perencanaan pembangunan yang
diajukan pemerintah desa (pemdes), ternyata banyak ditemukan tidak sinkron
dengan rencana kerja pembangunan Pemkab Blora. Selain itu, program desa juga
banyak yang tidak bisa masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Karena tidak ada kesepahaman itu, maka usulan dan proposal dari pemdes terpaksa
ditolak oleh Pemkab Blora.
Hal itu
diungkapkan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Blora
Samgautama Karnajaya, saat menjadi narasumber Talks Show “Pengembangan Wilayah”
di Aula Bappeda Blora, belum lama ini.
Selain
Kepala Bappeda, pemateri lainnya yang hadir dalam kesempatan itu yakni kepala
Badan Pusat Statistik (BPS) Blora Fenny Susanto yang memaparkan data hasil
Sensus Pertanian 2013 dan dihadiri seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), kecamatan dan para kepala desa atau kepala kelurahan.
Samgautama
mengakui, proses perencanaan saat musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang)
di tingkat desa banyak yang kurang maksimal. Karena itu, diharapkan perencanaan
pembangunan kedepan harus lebih matang dengan melihat potensi yang ada di desa
masing-masing.
"Nantinya
perencanaan harus melihat dari indikator yang ada dalam pagu indikatif
kewilayahan atau PIK," pinta Samgautama.
Melalui PIK
itulah, kata Samgautama, menjadi stimulan dalam pembangunan kewilayahan dan
membuat perencanaan yang proporsional. Yang terjadi saat ini dengan melihat Pendapatan
Masyarakat Bruto atau PDRB, ternyata terjadi ketimpangan antar kecamatan.
“Dimana
pendapatan tertinggi berada di Kecamatan Blora dan Cepu di atas Rp 6 juta,
sedangkan di Kecamatan Sambong dan Jiken berada di kisaran Rp 400 ribu di bawah
UMR Blora,” terangnya. (feb-patiekspres
| Jo-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar