Home » , » Proses Adveksi Sebabkan Langit Kelabu Mirip Kabut Asap Selimuti Blora

Proses Adveksi Sebabkan Langit Kelabu Mirip Kabut Asap Selimuti Blora

infoblora.id on 24 Okt 2015 | 13.00

Suasana persawahan kering di Blora saat siang hari, tampak langit kelabu seperti kabut asap. (tio-ib)
BLORA. Tak hanya terjadi di Semarang saja, selama dua hari ini langit Blora juga berwarna kelabu seperti kabut asap padahal cuaca terasa panas hingga 38 derajat celcius. Cuaca cerah yang identik dengan langit biru sudah tidak tampak lagi.

Sejak kemarin banyak warga Blora yang bertanya-tanya dan mengira-ngira bahwa kondisi langit sedang diselimuti kabut asap. Ada yang beranggapan ini efek kabut asap dari Kalimantan, ada yang mengira kondisi ini merupakan efek kebakaran hutan di Gunung Lawu dan sebagainya.

Seperti yang diungkapkan Wahyu (28) warga Kecamatan Banjarejo, ia merasa jarak pandang sejak kemarin siang terasa beda. “Langit di desa saya biasanya biru, tetapi kemarin kok abu-abu bahkan jarak pandang tak secerah biasanya seperti ada kabut asap,” katanya, Sabtu (24/10).

Hal yang sama diungkapkan Eric (28) warga Kota Blora, sepulang melaksanakan sholat Jumat di Masjid Agung Baitunnur kemarin siang saat melintas di Jl.Pemuda Kota Blora suasananya beda. “Biasanya dari Alun-alun bisa memandang Tugu Pancasila dengan jelas, namun saat itu agak buram seperti kabut,” ungkapnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jateng di Semarang terungkap bahwa langit kelabu yang terjadi mirip kabut asap itu bukan asap dan bukan asap dari Kalimantan, apalagi dari Gunung Lawu.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Semarang, Reni Kraningtyas, saat dikonfirmasi mengatakan kabut tersebut bukan asap. Hal itu merupakan fenomena adveksi yang bisa terjadi satu atau dua hari ketika massa udara basah dan massa udara kering bertemu.

Reni menunjukkan gambar citra satelit udara basah dan kering diatas pulau Jawa.
“Sekarang itu ada perambatan massa uap air kering atau massa udara panas secara horisontal dalam skala besar. Uap tersebut berasal dari Samudera Hindia ke Utara. Kemudian massa udara basah dari arah utara sekitar Kalimantan dan Laut Jawa menuju selatan dan bertemu di pulau Jawa,” kata Reni.

Pertemuan massa udara basah dan kering tersebut membentuk bidang batas di pulau Jawa sehingga membentuk kondisi cuaca seperti kabut. Proses tersebut bernama adveksi atau pergerakan udara panas secara horisontal, tidak ke atas seperti pembentukan awan hujan.

“Membentuk bidang batas di pulau Jawa. Jadi pertemuan massa udara basah dan kering mengakibatkan kondisi cuaca mirip berkabut,” tandasnya.

Ia kemudian menunjukkan gambar citra satelit Himawari 8 WV (Water Vapor) Enhanced yang memperlihatkan udara basah ditandai warna biru di laut Jawa, Sumatera, dan Kalimantan kemudian udara kering di Samudera Hindia dengan warna merah tua. Dua warna tersebut membentuk batas di pulau Jawa.

“Tadi saya kontak-kontakan dengan teman-teman di Jakarta dan Bandung, ternyata keadaan seperti itu juga terjadi disana. Begitu juga di wilayah Jawa Tengah bukan hanya di Semarang. Ini bisa terjadi sehari atau dua hari,” tegasnya.

Reni juga menjelaskan kalau kabut asap dari Kalimantan atau Sumatera tidak sampai ke pulau Jawa hanya sampai di Laut Jawa. Sedangkan kebakaran di Gunung Lawu tidak sampai ke Semarang karena kebakaran tersebut skalanya tidak sebesar di Kalimantan. 

Kesimpulannya, berkabut ini bukan asap gunung Lawu karena kebakarannya kecil,” pungkas Reni. (alg/try-news.detik | Jo-infoblora)
Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved