Pertemuan Gus Dur dengan Pramoedya Ananta Toer, 17 tahun silam di Jakarta. (foto: dok-liputan6) |
Seusai
bertemu Gus Dur, Pram langsung meninggalkan istana. Beberapa hari kemudian,
ketika ditemui di tempat tinggalnya di Jakarta, Pram antara lain mengatakan,
pembicaraan dengan Gus Dur berkisar tentang masalah kelautan di Indonesia.
"Presiden
banyak tanya soal pendapat saya tentang laut dan perikanan. Dalam kabinet yang
dibentuk beliau ada Departemen Kelautan dan Perikanan. Mungkin dalam sejarah
pemerintahan di Indonesia baru kali ini ada departemen yang khusus mengurus
laut dan ikan," kata Pram saat itu.
J Osdar saat berkunjung ke rumah Pram berjumpa dengan adik kandung Pram, Soesilo Toer. (foto: dok-infoblora) |
Beberapa
hari setelah bertemu Gus Dur, Pram mengatakan ketertarikan orang luar negeri
termasuk para wisatawan terhadap Indonesia, terutama pada lautnya.
Apa
yang dikatakan dan dilakukan Gus Dur serta Pram kini dilanjutkan Presiden Joko
Widodo yang punya gagasan tentang laut dan pariwisata untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia.
Pram
lahir di Blora, Jawa Tengah, pada tahun 1925. Saat kecil hingga remaja, Pram
tinggal di rumah orangtuanya di Jalan Sumbawa Nomor 40 Blora. Pram meninggal di
Jakarta, 30 April 2006. Karya tulis Pram, terutama novel dan cerpen, telah
diterjemahkan ke 45 bahasa.
Wakil
Bupati Blora saat ini, Arief Rohman, salah satu tokoh muda Nahdlatul Ulama yang
berperawakan besar, punya gagasan untuk menjadikan tempat tinggal Pram pada
masa kecil sampai remaja sebagai salah satu daya tarik wisata Blora.
Pram,
kata Arief, bisa jadi daya tarik wisatawan asing ke Blora. "Saya akan
mengusulkan Jalan Sumbawa di Blora diubah menjadi Jalan Pramoedya Ananta
Toer," ujarnya, dua pekan lalu di Blora.
Dirjen
Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Hilmar Farid setuju dan mendukung
gagasan Arief Rohman mengadakan acara rutin berkaitan dengan Pramoedya Ananta
Toer. "Sosok dan karya Pram banyak memengaruhi hidup saya," kata
Hilmar, dua pekan lalu.
Dalam
artikelnya berjudul "Sastra: Deklarasi Pram" di _Kompas_ (11
Juni 2006), budayawan Putu Wijaya, antara lain, mengatakan, dalam perhelatan
mengenang 40 hari meninggalnya Pram di Bentara Budaya Jakarta (6 Juni 2006),
budayawan Taufik Rahzen membenarkan, Pram bukan hanya seorang pengarang. Namun,
ia sudah jadi "ikon" dan "alamat" Indonesia bagi orang dari
mancanegara jika bicara tentang Indonesia.
Menurut
Gus Dur, filosofi tentang laut yang dikemukakan Pram cukup menarik. "Dalam
novel Pram, saya menemukan kutipan semacam ini, _laut tetap kaya tak kan
kurang, cuma hati manusia semakin dangkal dan miskin,"_ kata Gus
Dur.
Kedepan
Pemkab Blora pun merencanakan akan menggandeng berbagai pihak untuk menyelenggarakan
event rutin untuk mengenang Pram. Museum Pram pun digagas untuk didirikan di
rumah kelahirannya yang kini menjadi Perpustakaan PATABA (Pramoedya Ananta Toer
Anak Semua Bangsa). (tulisan J Osdar wartawan senior Kompas)
0 komentar:
Posting Komentar