Home » , » Barongan Blora di Negeri Reog, Sisi Lain Grup Seni Barong Risang Guntur Seto

Barongan Blora di Negeri Reog, Sisi Lain Grup Seni Barong Risang Guntur Seto

infoblora.id on 3 Agu 2013 | 15.29

Grup Barongan Blora "Risang Guntur Seto" saat tampil memukau di International Ethnic Culture Festival 2011 lalu
“Saya warga Blora yang bekerja di luar daerah ingin mengungkapkan rasa bangga terhadap seni tradisional khususnya barongan "Risang Guntur Seto". Barongan tersebut tampil dalam acara pembukaan Festival Reog Nasional Februari lalu. Saya tahu persis, untuk tampil di event akbar tersebut tidaklah mudah. ... " 
BLORA. Dia atas adalah nukilan surat pembaca di Jawa Pos yang ditulis Bambang Wicaksono. Surat pembaca yang dimuat pada 23 Maret 2003 itu, sebagai bentuk apresiasi terhadap Risang Guntur Seto, group barongan di Kelurahan Kunden, Kecamatan Blora, tak lama setelah group barongan pimpinan Adi Wibowo tersebut menjadi bintang tamu dalam Festival Reog Nasional, Februari 2003, di Ponorogo. 
Risang Guntur Seto, bukanlah nama yang asing bagi masyarakat Blora. Nama besar group barongan yang didirikan pada 20 Mei 1999 itu, bahkan sudah dikenal di kalangan pelaku seni tradisional Indonesia. Undangan tampil sebagai bintang tamu dalam Festival Reog Nasional pada Februari 2003 di Ponorogo, cukup menjadi pembuktian.
Menurut Adi Wibowo, tampil di Ponorogo itu ibarat masuk kandang harimau. Sebab, Ponorogo merupakan gudangnya seniman reog, sehingga tidak mudah mendapatkan kepercayaan menjadi bintang tamu.
Kesempatan untuk mengenalkan Barongan Blora kepada publik yang lebih luas di tanah air, tidak didapat Didik –sapaan Adi Wibowo- dan group barongan yang dipimpiinnya, tidak didapat begitu saja. Sejak lama, laki-laki kelahiran Blora, 2 April 1971 itu, merancangnya dalam mimpi-mimpi.
Dari kecil, Didik telah mencintai seni tradisional ini. Kecintaan lelaki yang menikahi Dameria Harahap, semakin membuncah, saat ia melanjutkan studi di STIKOM Surabaya. Di sana, ia banyak berkenalan dengan pekerja boro (proyek), yang ternyata tak sedikit di antaranya merupakan seniman reog. Ia pun kemudian berpikir, “Kenapa Barongan Blora tidak bisa sebesar Reog?" 
Pertemuan dengan para pekerja boro itu selalu mengusik pikirannya. Ia pun mematri keinginan dan impian bahwa suatu saat akan membawa Barongan Blora pentas di Ponorogo, di “negeri” para seniman Reog.
Sepulang dari Surabaya, selepas lulus kuliah pada 1999, Didik mendirikan group barongan Risang Guntur Seto. Latihan digelar rutin. Tersebutlah nama Seren, salah satu seniman Barongan Blora, dan Sih Setyarum, sang ibunda, yang memberikan support sejak awal.
Buah dari latihan tanpa kenal lelah yang dilakoninya, ia dan group yang didirikannya pun mulai mendapatkan kesempatan manggung di berbagai pagelaran dan forum. Group barongan yang didirikannya pun ikut menorehkan tinta emas melalui berbagai debutnya, antara lain menjadi bintang tamu pada Festival Reog Nasional (2003), pentas di Taman Mini Indonesia Indah (2003), tampil di Bengawan Solo Fair (2004), dan Lomba dan Kontes Ternak Nasional (2010).
Dan yang takkan pernah terlupakan oleh Risang Guntur Seto, adalah terpilihnya menjadi juara II dalam International Etnic Culture Festival (IECF) di Monumen Serangan Oemoem Yogyakarta (2011) dan dinobatkan sebagai salah satu penyaji terbaik dalam Borobudur International Festival (2003). 
 
Penari Barongan Blora
Butuh Pelatihan
Menjadi seniman barongan, butuh komitmen dan konsistensi untuk selalu berlatih. Pelatihan rutin dilakukan, supaya saat pentas tidak keluar dari riil yang semestinya. Sebab dalam pengamatannya, masih ada group barongan di Blora yang sewaktu pentas justru keluar dari konteks sejarah yang ada.
Salah satu contoh yang dikemukakan Didik, yaitu saat ia pernah melihat ada group barongan, saat pentas, membawakan peran sebagai Hanoman. Baginya, itu sangat keliru, karena Hanoman itu tokoh dalam pewayangan. 
Di sinilah pentingnya latihan bagi para seniman barongan. Yakni untuk menyatukan persepsi soal laras, topeng, dan juga memberikan pemahaman mengenai tokoh-tokohnya. Reog, kata Didik, di mana pun dipentaskan, akan selalu sama. Pun demikian dengan Leak Bali, tidak ada yang berbeda penampilan antara satu group dengan lainnya. 
Mengenai lakon (tokoh) yang harus ada dalam barongan, Didik menjelaskan, yaitu Gembong Amijoyo, Joko Lodra (Gendruwon), Ki Lurah Untup, Ki Noyontoko, Mbok Gainah, Bujangganong, dan Jaranan. Jika kemudian ada group barongan yang membawakan tokoh Warok atau Hanoman di dalamnya, berarti sudah keluar dari akar sejarah.
Mengenai adanya perbedaan dan ketidaktepatan dalam pementasan barongan yang terjadi, Didik menegaskan sebagai kesalahan bersama yang harus diperbaiki dengan menggelar pelatihan-pelatihan secara rutin, bukan kemudian membiarkannya berlarut-larut, melainkan harus meluruskannya secara bertahap. (rs-infoBlora | kontributor : rsd-http://www.kompi.org/)
Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved