![]() |
Terkait masalah PHK karyawan parkir, Dinperinaker akan memanggil pengelola Swalayan Luwes untuk dimintai keterangan. (foto: ilustrasi PHK). |
INFO BLORA. Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) Kabupaten Blora dalam waktu dekat
akan memanggil pengelola Swalayan Luwes untuk dimintai keterangan tentang
adanya pemutusan hubungan kerja (PHK), terhadap sejumlah karyawan.
Hal
itu dilakukan karena ada perwakilan eks karyawan Swalayan Luwes yang mendatangi
Dinperinaker untuk meminta keadilan dalam memperoleh kejelasan sistem kerja.
Pasalnya mereka merasa di PHK secara sepihak dari HRD Swalayan Luwes dengan
mekanisme yang janggal.
Pelaksana
Tugas (Plt) Kepala Dinperinaker Blora Achmad Nurhidayat, S.H., M.Si, dengan
didampingi Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenagakerjaan menyampaikan
akan segera memanggil pemilik Swalayan Luwes yang beroperasi di Blora.
“Kita
rencana hari Kamis (13/8/2020) pukul 08.00 WIB akan memanggil pemilik Luwes
yang ada di Blora ini untuk dimintai keterangan terkait dengan aduan karyawan
yang ada,” ucap Achmad Nurhidayat.
Dirinya
menambahkan bahwa kehadiran permintaan keterangan hari Kamis besok tidak boleh
diwakilkan.
“Undangan
kehadirannya tidak boleh diwakilkan,” tambahnya.
Hal ini ditempuh Dinperinaker untuk melakukan mediasi antara para eks karyawan korban PHK dengan pengelola Swalayan Luwes.
Hal ini ditempuh Dinperinaker untuk melakukan mediasi antara para eks karyawan korban PHK dengan pengelola Swalayan Luwes.
Persoalan
ini mencuat, lantaran di akhir bulan Juli 2020 kemarin terjadi PHK sepihak 5
orang karyawan kontrak Swalayan Luwes Blora yang bertugas sebagai juru parkir.
Tuntutan
karyawan yang dipecat adalah bekerja kembali sebagai tenaga parkir di Luwes
Blora dengan sistem kerjasama atas nama warga lingkungan sekitar dengan sistem
bagi hasil seperti yang dilakukan di Luwes luar Kabupaten Blora, antara lain Luwes
Pati dan Luwes Purwodadi.
“Kalau
kami ditarik lagi menjadi karyawan kontrak dengan sistem yang sama seperti
kemarin ya kami tidak mau, Pak, karena pasti akan terulang seperti itu. Kenapa
karyawan yang mendaftar seangkatan dengan kami tahun 2013 dulu sudah diangkat
menjadi karyawan tetap tetapi kami kok masih menjadi tenaga kontrak saja,” kata
Pujianto, salah seorang karyawan korban PHK dari lingkungan Sawahan, Kelurahan Tempelan,
Kecamatan Blora Kota, Senin (10/8/2020).
Apalagi pemutusan kerja ini dilakukan saat pandemi Covid-19 terjadi, masa sulit untuk mencari pekerjaan. Sedangkan kebutuhan keluarga terus mengalir.
Apalagi pemutusan kerja ini dilakukan saat pandemi Covid-19 terjadi, masa sulit untuk mencari pekerjaan. Sedangkan kebutuhan keluarga terus mengalir.
Ia
datang bersama teman-temannya ke Dinperinaker dengan didampingi sejumlah pengurus
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM).
Sementara
itu, menurut salah seorang anggota GERAM, Lilik Prayogo, menyampaikan adanya
perjanjian kontrak kerja yang sarat dengan kejanggalan. Menurutnya, tidak
adanya salinan yang diberikan kepada para karyawan menunjukkan bahwa perusahaan
terkait telah melakukan suatu keteledoran.
“Harusnya
kan dibuat rangkap dua, satu lembar untuk perusahaan dan satu lembar untuk para
karyawan. Bermeterai, bertandatangan dan stempel basah. Lha ini ada apa kok
tidak diberikan? Bagaimana ini aturan ketenagakerjaannya,” ucap Lilik. (res-ib)
0 komentar:
Posting Komentar